Sekilas tentang struktural Pusamania. Pusamania terlahir 9 April
1994. Duduk sebagai ketua Pusamania pertama adalah Adi Karya dan Tommy
Ermanto sebagai wakil.
Respon luar biasa ditunjukkan masyarakat Samarinda yang menganggap
Pusamania sebagai kebanggaan, selain kecintaan mereka kepada sepakbola
kota tepian tentunya. Dukungan perdana Pusamania terjadi saat ratusan
Pusamania ngeluruk ke Bontang memberikan dukungan kepada Pusam FC saat
berhadapan dengan PKT (Pupuk Kaltim) Bontang di Kodak Galatama
1994/1995.
Untuk melihatkan identitas diri sebagai pendukung setia Pesut
Mahakam, Pusamania sepakat untuk mengunakan baju putih polos yang
disablon dengan tulisan Pusamania. Ditunjuklah H Iskandar, Koordinator
Lapangan untuk tour ke kota Bontang. Mess Pusam di Jl Gatot Subroto Gg
12 pun padat dengan aktifitas persiapan tour perdana Pusamania saat itu.
Kenapa harus warna putih? pasalnya saat itu semua klub mendapat jatah
jersey langsung dari sponsor yang bekerja sama dengan PSSI. Dan
warnanya setiap tahun selalu berubah-ubah, meski pada awalnya Pusam FC
lebih banyak mengunakan warna kuning kombinasi merah sebagai awal mula
warna kebesaran.
Dan kenapa sekarang berubah menjadi orange? Konon, orange menjadi
warna kebesaran hingga saat ini dinilai sebagai pemberian tuhan yang
maha esa. Saat kostum klub-klub peserta Liga Indonesia masing sering di
jatah PSSI, Putra Samarinda masih mengirim warna kostum kuning kombinasi
merah sebagai kostum utama. Namun, entah penyebabnya apa. Kostum yang
datang ke Samarinda adalah orange. Dan saat kostum orange diperkenalkan,
disini awal adidaya Pusam terlihat sebagai klub raja sepak bola
Kalimantan. Hingga kini, warna kostum orange masih dipertahankan.
Disisi lain, Pusamania perlahan tahun per tahun semakin membesar.
Pusamania pun semakin dominan. Sayang, Liga Kansas ditahun 1996/1997
nama baik Pusamania sempat menjadi sorotan. Penyebabnya adalah kerusuhan
yang melibatkan Pusamania dengan aparat keamanan.
Awal mula pecahnya kerusuhan terjadi akibat rasa persaudaraan yang
tinggi diantara anggota Pusamania. Pusamania kala itu tak terima dengan
sikap aparat yang dinilai berlebihan dengan seorang pendukung Pesut
Mahakam. Melihat rekannya menjadi bulan-bulanan aparat, Pusamania secara
serentak berontak. Laga pun sempat terhenti, meski akhirnya dilanjutkan
hingga peluit tanda berakhirnya laga, walau dengan resiko aksi brutal
Pusamania.
Kesalahpahaman ini tak hanya terjadi di dalam lapangan. Tak puas
dengan aksinya di dalam stadion, amarah Pusamania semakin menjadi diluar
Stadion Segiri. Bahkan, saat itu keberhasilan Pusam FC meraih
kemenangan 4-0 atas tamunya Persegres Gresik, tak menjamin amarah
Pusamania mereda. Hampir disemua jalan sekitar Stadion Segiri hancur
akibat amukan Pusamania.
Beberapa daerah yang tak luput dari amarah Pusamania diantaranya, Jl
Kesuma Bangsa, Jl Pahlawan, Jl Agus Salim dan Jl Bhayangkara. Fasilitas
kota yang terdapat didaerah tersebut tak luput dari aksi anarkis.
Traffic Light, pot bunga, kaca-kaca perkantoran serta mobil berplat
merah pun menjadi sasaran amarah.
Kejadian yang dikenal “Tragedi Segiri” itu jelas membuat jajaran
pengurus Pusamania terhenyak. Organisasi suporter ini ternyata telah
sedemikian besar. Memiliki kekompakan serta kekuatan yang tak terduga.
Disisi lain, ultimatum “Bubarkan Pusamania” dilontarkan Walikota
Samarinda saat itu, H Lukman Said.
Pusamania menentang, pasalnya Pusamania dibentuk bukan karena dan
oleh pejabat yang ingin sesuatu kepentingan. Maka tidak satu orang pun
yang berhak membubarkan Pusamania, siapapun dia dan apapun jabatannya.
“Pusamania dibentuk atas kehendak Allah swt,” jawab ribuan Pusamania
saat itu. Negosiasi pun dilangsungkan antara jajaran Muspida Samarinda
dan Pusamania. Disepakati, bahwa pembubaran Pusamania tidak akan
dilakukan. Namun, Pusamania juga harus tetap menjaga agar aksi serupa
tak terulang kembali.
Hal inipun menegaskan bahwa eksistensi Pusamania dalam bangkit dari
keadaan sulit dan intimidasi dari berbagai pihak tidak mampu merobohkan
solidaritas pendukung setia sepak bola Samarinda. Kejadian ini, lantas
dijadikan pelajaran Pusamania. Evaluasi besar-besaran dilakukan di
intern organisasi dan akhirnya disepakati nama Tommmy Ermanto Pasemah
sebagai ketua Pusamania mengantikan Adi Karya.
Pusamania tak hanya jadi suporter biasa di Samarinda. Pusamania
generasi sekarang juga harus bangga, bahwa seniornya terdahulu sudah
pernah melakukan hal fenomenal saat menjaga keberadaan klub sepak bola
Samarinda.
Beberapa aksi dengan mendesak bahkan tekanan kepada Pemkot Samarinda
untuk turut mendukung klub bola kota tepian. Dan puncaknya terjadi pada
tahun 2003 saat Pusam FC menarik diri dari liga akibat ketidak adilan
PSSI saat itu. Pemilik klub, H Harbiansyah Hanafiah, lantas menghibahkan
Pusam FC dan lisensinya dimanfaatkan Persisam Putra Samarinda.
Pusamania juga menjadi saksi merger Pusam FC dan Persisam Putra.
Terbukti Pusamania berhasil membentengi persepak bolaan Samarinda
dari jurang kehancuran sehingga masyarakat Samarinda sampai saat ini
masih bisa menyaksikan tim kebanggaan berlaga di Liga Indonesia. “Inilah
salah satu karya yang bisa dipersembahkan oleh Pusamania bagi
masyarakat Samarinda,” bangga Tommy Ermanto Pasemah, yang sekarang
dipercaya menjabat sebagai GM Persisam. **